Sabtu, 26 Maret 2011

Menelusuri Sejarah Rakai Pikatan dan Munculnya Nama Temanggung

     Sejarah Temanggung selalu dikaitkan dengan raja Mataram Kuno yang bernama Rakai Pikatan. Nama Pikatan sendiri dipakai untuk menyebutkan suatu wilayah yang berada pada sumber mata air di desa Mudal Kecamatan Temanggung. Disini terdapat peninggalan berupa reruntuhan batu-bebatuan kuno yang diyakini petilasan raja Rakai Pikatan. Sejarah Temanggung mulai tercatat pada Prasasti Wanua Tengah III Tahun 908 Masehi yang ditemukan penduduk dusun Dunglo Desa Gandulan Kecamatan Kaloran Temanggung pada bulan November 1983. Prasasti itu menggambarkan bahwa Temanggung semula berupa wilayah kademangan yang gemah ripah loh jinawi dimana salah satu wilayahnya yaitu Pikatan. Disini didirikan Bihara agama Hindu oleh adik raja Mataram Kuno Rahyangta I Hara, sedang rajanya adalah Rahyangta Rimdang (Raja Sanjaya) yang naik tahta pada tahun 717 M (Prasasti Mantyasih). Oleh pewaris tahta yaitu Rake Panangkaran yang naik tahta pada tanggal 27 November 746 M, Bihara Pikatan memperoleh bengkok di Sawah Sima. Jika dikaitkan dengan prasasti Gondosuli ada gambaran jelas bahwa dari Kecamatan Temanggung memanjang ke barat sampai kecamatan Bulu dan seterusnya adalah adalah wilayah yang subur dan tenteram (ditandai tempat Bihara Pikatan). 
       Pengganti raja Sanjaya adalah Rakai Panangkaran yang naik tahta pada tanggal 27 November 746 M dan bertahta selama kurang lebih 38 tahun. Dalam legenda Angling Dharma, keratin diperkirakan berada di daerah Kedu (Desa Bojonegoro). Di desa ini ditemukan peninggalan berupa reruntuhan. Di wilayah Kedu juga ditemukan desa Kademangan. Pengganti Rakai Panangkaran adalah Rakai Panunggalan yang naik tahta pada tanggal 1 april 784 dan berakhir pada tanggal 28 Maret 803. Rakai Panunggalan bertahta di Panaraban yang sekarang merupakan wilayah Parakan . Disini ditemukan juga kademangan dan abu jenasah di Pakurejo daerah Bulu. Selanjutnya Rakai Panunggalan digantikan oleh Rakai Warak yang diperkirakan tinggal di Tembarak. Disini ditemukan reruntuhan di sekitar Masjid Menggoro dan reruntuhan Candi dan juga terdapat Desa Kademangan. Pengganti Rakai warak adalah Rakai Garung yang bertahta pada tanggal 24 januari 828 sampai dengan 22 Pebruari 847. Raja ini ahli dalam bangunan candid an ilmu falak (perbintangan). Dia membuat pranata mangsa yang sampai sekarang masih digunakan. Karena kepandaiannya sehingga Raja Sriwijaya ingin menggunakannya untuk membuat candi. Namun Rakai Garung tidak mau walau diancam. Kemudian Rakai Garung diganti Rakai Pikatan yang bermukim di Temanggung. Disini ditemukan Prasasti Tlasri dan Wanua Tengah III. Disamping itu banyak reruntuhan benda kuno seperti Lumpang Joni dan arca-arca yang tersebar di daerah Temanggung. Disini pun terdapat desa Demangan.
       Dari buku sejarah karangan I Wayan badrika disebutkan bahwa Rakai Pikatan selaku raja Mataram Kuno berkeinginan menguasai wilayah Jawa Tengah. Namun untuk merebut kekuasaan dari raja Bala Putra Dewa selaku penguasa kerajaan Syailendra tidak berani. Maka untuk mencapai maksud tersebut Rakai Pikatan membuat strategi dengan mengawini Dyah Pramudha Wardani kakak raja Bala Putra Dewa dengan tujuan untuk memiliki pengaruh kuat di kerajaan Syailendra. Selain itu Rakai Pikatan juga menghimpun kekuatan yang ada di wilayahnya baik para prajurit dan senapati serta menghimpun biaya yang berasal dari upeti para demang. Pada saat itu yang diberi kepercayaan untuk mengumpulkan upeti adalah Demang Gong yang paling luas wilayahnya. Rakai Pikatan menghimpun bala tentara dan berangkat ke kerajaan syailendra pada tanggal 27 Mei 855 Masehi untuk melakukan penyerangan. Dalam penyerangan ini Rakai Pikatan dibantu Kayu Wangi dan menyerahkan wilayah kerajaan kepada orang kepercayaan yang berpangkat demang. Dari nama demang dan wilayah kademangan kemudian muncul nama Ndemanggung yang akhirnya berubah menjadi nama Temanggung.

Catatan sejarah Temanggung berasal dari :
Prasasti Wanua Tengah III, Berkala arkeologi tahun 1994 halaman 87 bahwa Rakai Pikatan dinyatakan meninggal dunia pada tanggal 27 Mei 855 M.
Prasasti Siwagrha terjemahan Casparis (1956 - 288), pada tahun 856 M Rakai Pikatan mengundurkan diri.
Prasasti Nalanda tahun 860 (Casparis 1956, 289 - 294), Balaputra dewa dikalahkan perang oleh Rakai Pikatan dan Kayu Wangi.
Prasasti Wanua Tengah III, Berkala Aekeologi Tahun 1994 halaman 89, Rakai Kayu Wangi naik tahta tanggal 27 Mei 855 M.
Dalam buku karangan I Wayan Badrika halaman 154, Pramudya Wardani kawin dengan Rakai Pikatan dan naik tahta tahun 856 M. Balaputra Dewa dikalahkan oleh Pramudha wardani dibantu Rakai Pikatan (Prasasti Ratu Boko) tahun 856 M.
Catatan diatas dapat disimpulkan bahwa Rakai Pikatan mengangkat putranya Kayu Wangi. Selanjutnya mengundurkan diri dan meninggalkan Mataram untuk kawin dengan Pramudha Wardani. Dalam peperangan melawan Balaputra Dewa, Rakai Pikatan dibantu putranya Kayu Wangi.
Riwayat Singkat Hari Jadi Kabupaten Temanggung 
     Berdasarkan Surat Keputusan Komisaris Jenderal Hindia Belanda, Nomor 11 Tanggal 7 April 1826, Raden Ngabehi Djojonegoro ditetapkan sebagai Bupati Menoreh yang berkedudukan di Parakan, dengan gelar Raden Tumenggung Aria Djojonegoro. Setelah perang Diponegoro berakhir, beliau kemudian memindahkan Ibu Kota ke Kabupaten Temanggung. Kebijaksanaan pemindahan ini didasarkan pada beberapa hal; Pertama, adanya pandangan masyarakat Jawa kebanyakan pada sat itu, bahwa Ibu Kota yang pernah diserang dan diduduki musuh dianggap telah ternoda dan perlu ditinggalkan. Kedua, Distrik Menoreh sebuah daerah sebagai asal nama Kabupaten Menoreh, sudah sejak lama digabung dengan Kabupaten Magelang, sehingga nama Kabupaten Menoreh sudah tidak tepat lagi. Mengingat hal tersebut, atas dasar usulan Raden Tumenggung Aria Djojonegoro, lewat esiden Kedu kepada Pemerintah Hindia Belanda di Batavia, maka disetujui dan ditetapkan bahwa nama Kabupaten Menoreh berubah menjadi Kabupaten Temanggung. Persetujuan ini berbentuk Resolusi Pemerintah Hindia Belanda Nomor 4 Tanggal 10 Nopember 1834.
      Mempertimbangkan bahwa Hari Jadi Daerah merupakan awal perjalanan sejarah, agar diketahui semua lapisan masyarakat, guna memacu meningkatkan semangat pembangunan dan pengembangan daerah, maka Pemerintah Kabupaten Dati II Temanggung menugaskan kepada DPD II KNPI Kabupaten Temanggung untuk mengadakan pelacakan sejarah dan seminar tentang Hari Jadi Kabupaten Temanggung. Dari hasil seminar tanggal 21 Oktober 1985, yang diikuti oleh Sejarawan, Budayawan dan Tokoh Masyarakat, ABRI, Rokhaniwan, Dinas/Instansi/Lembaga Masyarakat dan lain-lainnya, maka ditetapkan bahwa tanggal 10 Nopember 1834 sebagai Hari Jadi Kabupaten Temanggung.

Sabtu, 19 Maret 2011

Teknologi Penyulingan Minyak Atsiri Untuk Petani


Indonesia memiliki potensi tanaman atsiri yang begitu besar. Sayangnya, potensi tersebut masih sulit dikembangkan menjadi primadona komoditas ekspor. Salah satu penyebabnya, kurang dikuasainya teknologi pengolahan.


Indonesia memiliki potensi tanaman atsiri yang begitu besar. Sayangnya, potensi tersebut masih sulit dikembangkan menjadi primadona komoditas ekspor. Salah satu penyebabnya, kurang dikuasainya teknologi pengolahan.

Coba bayangkan. Di seluruh Indonesia tersebar sekitar 40 jenis (spesies) tanaman atsiri yang berpotensi dikembangkan seperti akar wangi, nilam, serai wangi, kenanga, daun cengkeh, jahe, dan pala. Namun, sampai kini yang bisa diolah untuk diekspor baru 12 jenis. Di seluruh pasar dunia terdapat sekitar 80 jenis minyak untuk berbagai bahan baku.

Kegunaan essential oil ini boleh dibilang sangat luas mulai sebagai bahan baku parfum, antiseptik, kosmetik, obat-obatan, flavour agent dalam makanan atau minuman, serta pencampur rokok kretek. Beberapa jenis di antaranya digunakan sebagai bahan analgesic, haemolitic atau sebagai antizymatic, serta sedavita dan stimulan untuk obat sakit perut.

Jadi, tidak mengherankan kalau sejak Perang Dunia II, minyak atsiri merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia. Menurut Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Dr Joko Budianto, di pasar dunia minyak atsiri Indonesia mendapat saingan dari Cina, Sri Lanka, dan Brasil.

Tahun 1998 nilai ekspor 20 negara penghasil minyak atsiri mencapai US$ 758 juta. Indonesia berkontribusi sekitar 4,4 persen sedangkan RRC 18,6 persen.

Selain mengekspor, Indonesia juga mengimpor beberapa jenis minyak atsiri yang tidak dapat tumbuh di sini. Tahun 2000 impor minyak atsiri di Indonesia mencapai 1.625 ton dengan nilai US$ 7,3 juta.

Beberapa faktor penghambat perkembangan produksi minyak atsiri di Indonesia, kata Joko, masih lemahnya modal dan penguasaan teknologi. Minimnya pengetahuan para perajin minyak atsiri seperti persyaratan dan ketentuan teknis dalam melakukan proses penyulingan minyak atsiri juga menjadi faktor penghambat.

"Begitu juga dengan penggunaan bahan dan peralatan yang kurang baik. Akibatnya, mutu minyak yang dihasilkan pun sering kali tidak begitu baik," ungkap Joko dalam acara "Gelar Teknologi dan Temu Usaha Minyak Atsiri" di Majalengka, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.

Padahal, kata dia, Provinsi Jawa Barat terutama Majalengka memiliki prospek yang cukup baik sebagai daerah pengembangan berbagai tanaman minyak atsiri. Sebab, daerah ini memiliki tipe tanah dan elevasi sera iklim yang agak berbeda dibandingkan beberapa daerah lainnya.


Terobosan Baru

Melihat kendala tersebut, Badan Litbang Pertanian melalui Balai Penelitian Pascapanen Pertanian melakukan terobosan baru dengan mengembangkan teknologi penyulingan minyak atsiri di Majalengka.

"Harapannya, dapat meningkatkan pengembangan agribisnis minyak atsiri dengan mutu tinggi serta keberpihakan kepada petani," ujarnya.

Menurut Peneliti Balai Penelitian Pascapanen Pertanian, M Pandji Laksmana Hardja, teknologi dengan sistem semi boiler kohobasi merupakan rekayasa dari timnya.

Teknologi itu tercipta setelah tim tersebut menemukan kelemahan-kelemahan yang ditemukan di ketel penyulingan tradisional (metode Bengkulu) yang selama ini dipakai petani.

Berkat temuan teknologi itu, selama penyulingan berlangsung destilasi dari air yang diduga masih mengandung minyak dapat kembali masuk ke ketel. Selain itu, sistem ini juga mampu "memaksa" agar sisa panas (uap) yang dihasilkan dari proses penyulingan dapat kembali masuk ke dalam ketel melalui pipa.

Uap ini kemudian membantu proses pemanasan air dalam ketel sehingga mempercepat pemanasan dan efisiensi air. Selain itu, uap tersebut akan membuat suhu panas di dalam ketel lebih cepat dan konstan.

Sistem ini dapat membantu mempercepat proses penyulingan. Mereka telah mencobanya pada daun nilam. Hasilnya, proses penyulingan dapat dipercepat menjadi sekitar enam jam.

"Jadi dalam satu hari petani dapat melakukan penyulingan 2 - 3 kali," ungkap Pandji. Padahal, selama ini proses penyulingan minyak atsiri dengan menggunakan teknologi tradisional membutuhkan waktu sekitar 8 - 10 jam.

Dari segi mutu minyak yang dihasilkan, katanya, minyak yang disuling dengan teknologi baru berwarna bening. Coba bandingkan dengan penyulingan tradisional yang berwarna gelap seperti air kopi. Hal itu dikarenakan proses penyulingan berlangsung terlalu lama sehingga berakibat minyak menjadi hangus.

Selain itu, sistem pendinginan yang dilakukan petani masih sangat sederhana, hanya menggunakan bak kolam dengan pipa-pipa yang panjang. Metode ini kurang efisien dan mengakibatkan proses pendinginan tidak sempurna. Rendemen pun menjadi tertahan dan akan berpengaruh pada mutu minyak yang dihasilkan.

Teknologi baru itu, kata Pandji, terdiri dari ketel yang berbentuk tabung dari bahan stainless steel dan mild steel. Sebelumnya, dipakai tungku berbahan bakar minyak tanah. Namun, hal itu dianggap petani terlalu mahal.

Akhirnya diganti dengan menggunakan kayu bakar. Ternyata memang jauh lebih hemat dibandingkan minyak tanah. "Tetapi kami akan teliti dengan menggunakan briket batu bara," tandasnya.

Biaya investasi dari alat itu memang lebih tinggi dibandingkan yang dimiliki petani selama ini. Jika investasi teknologi tradisional membutuhkan dana sekitar Rp 10 juta, maka teknologi baru itu butuh dana sekitar lima kali lipatnya atau Rp 50 juta.

Meski begitu dari segi perawatan alat itu jauh lebih mudah dibandingkan sebelumnya. Selain itu, daya tahan dari ketel berbahan stainless steel ini bisa sampai 10 tahun.

Sedangkan ketel drum cepat rusak. "Jadi untuk investasi jangka panjang, teknologi baru ini jauh lebih murah, karena tahan lama dan mudah dibersihkan," katanya.

Untuk proses pendinginan, teknologi baru itu, kata Pandji, menggunakan pipa-pipa di dalam ketel (sistem tubuler). Kendalanya, alat ini membutuhkan air yang cukup banyak.

"Saat ini kami menggunakan air dari mata air di bukit Cikondang. Air diluncurkan dengan sistem gravitasi. Dengan sistem pendinginan seperti ini dapat meningkatkan rendemen minyak yang disuling," tutur Pandji.

Selain mengembangkan teknologi penyulingan, pihaknya juga memberikan penjelasan mengenai manfaat limbah yang dihasilkan. Limbah padat berupa ampas daun bisa digunakan sebagai pupuk tanaman.

Sementara itu, untuk limbah cair (berupa sisa air bekas penyulingan) sedang diteliti untuk aromaterapi atau spa.

"Limbah cair ini mengandung aroma minyak atsiri yang cukup baik jika diteteskan ke dalam air panas. Karena itu kami berencana bekerja sama dengan pengusaha spa atau pihak pariwisata," jelasnya.

Kamis, 10 Maret 2011

JENIS JENIS TANAMAN PENUTUP TANAH ( COVER CROPS )

    Tanaman penutup tanah adalah tumbuhan atau tanaman yang khusus ditanam untuk melindungi tanah dari ancaman  kerusakan oleh  erosi dan / atau untuk memperbaiki sifat kimia dan sifat fisik tanah.
Tanaman penutup tanah berperan: 
(1) menahan atau mengurangi daya perusak butir-butir hujan yang jatuh dan aliran air di atas permukaan tanah
(2) menambah bahan organik tanah melalui batang, ranting dan daun mati yang jatuh
(3) melakukan transpirasi, yang mengurangi kandungan air tanah. Peranan tanaman penutup tanah tersebut menyebabkan berkurangnya kekuatan dispersi air hujan, mengurangi jumlah serta kecepatan aliran permukaan dan memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah, sehingga mengurangi erosi.
    Tumbuhan atau tanaman yang sesuai untuk digunakan sebagai penutup tanah dan digunakan dalam sistem pergiliran tanaman harus memenuhi syarat-syarat (Osche et al, 1961): 
(a) mudah diperbanyak, sebaiknya dengan biji, 
(b)  mempunyai sistem perakaran yang tidak menimbulkan kompetisi berat bagi tanaman pokok, tetapi mempunyai sifat pengikat tanah yang baik dan tidak mensyaratkan tingkat kesuburan tanah yang tinggi, (
c) tumbuh cepat dan banyak menghasilkan daun, 
(d) toleransi terhadap pemangkasan, 
(e) resisten terhadap gulma, penyakit dan kekeringan, 
(f) mampu menekan pertumbuhan gulma, 
(g) mudah diberantas jika tanah akan digunakan untuk penanaman tanaman semusim atau tanaman pokok lainnya, 
(h) sesuai dengan kegunaan untuk reklamasi tanah, dan tidak mempunyai sifat-sifat yang tidak menyenangkan seperti duri dan sulur-sulur yang membelit.
Tanaman penutup tanah atau tanaman pembantu dapat digolongkan dalam (Osche et al 1961):

Tanaman penutup  tanah rendah

Tanaman penutup tanah rendah terdiri dari jenis rumput-rumputan  dan tumbuhan merambat atau menjalar:
  • Dipakai dalam pola pertanaman rapat: Calopogonium muconoides Desv, Centrosema pubescens Benth, Mimosa invisa Mart, Peuraria phaseoloides Benth.
  • Digunakan dalam pola pertanaman barisan: Eupatorium triplinerve Vahl (daun panahan, godong, prasman, jukut prasman), Salvia occidentalis Schwartz (langon, lagetan, randa nunut), Ageratum mexicanum Sims.
  • Digunakanuntuk penguat teras dan saluran-saluran air: Althenanthera amoena Voss (bayem kremah, kremek), Indigofera endecaphylla jacq (dedekan), Ageratum conyzoides L (babandotan), Erechtites valerianifolia Rasim (sintrong), Borreria latifolia Schum (bulu lutung, gempurwatu), Oxalis corymbosa DC, Brachiaria decumbens, Andropogon zizanoides (akar wangi), Panicum maximum (rumput benggala), Panicum ditachyum (balaban, paitan), Paspalum dilatum (rumput Australia), Pennisetum purpureum (rumput gajah) .

Tanaman Penutup Tanah sedang (perdu)

  • Dipakai dalam pola pertanaman teratur di antara baris tanaman pokok: Clibadium surinamense var asperum baker, Eupatorium pallessens DC (Ki Dayang, Kirinyuh)
  • Digunakan dalam pola pertanaman pagar: Lantana camara L (tahi ayam, gajahan, seruni), Crotalaria anagyroides HBK, Tephrosia candida DC, Tepherosia vogelii, Desmodium gyroides DC (kakatua, jalakan). Acacia villosa Wild (lamtoro merah), Sesbania grandiflora PERS (turi), Calliandra calothyrsus Meissn (kaliandra merah), Gliricidia maculata (johar cina, gamal), Flemingia congesta Roxb, Crotalaria striata DC., Clorataria juncea, L. Crotalaria laurifolia Poir (urek-urekan, kacang cepel),  Cajanus cajan Nillst (kacang hiris, kacang sarde)  dan Indigofera arrecta Hooscht.

  • Penggunaan di luar areal pertanaman utama dan merupakan sumber pupuk hijau dan mulsa,  untuk penghutanan dan perlindungan dinding jurang: Leucaena glauca (L) Benth (pete cina, lamtoro, kemelandingan), Tithonia tagetiflora Desp, Graphtophyllum pictum Gries (daun ungu, handeuleum), Cordyline fruticosa Backer, Eupatorium riparium REG.

Tanaman penutup tanah tinggi atau tanaman pelindung

  • Digunakan dalam pola teratur di antara baris tanaman utama: Albizia falcata (sengon laut, jeunjing), Grevillea robusta A Cum, Pithecellobium saman benth (pohon hujan), Erythrina sp (dadap), Gliricidia sepium
  • Dipakai dalam barisan: Leucaena glauca atau Leucaena leucocephala
  • Penggunaan untuk melindungi jurang, tebing atau untuk penghutanan kembali: Albizia falcata dan Leucaena glauca, Albizia procera Benth, Acacia melanoxylon, Acacia mangium, Eucalyptus saligna, Cinchona succirubra, Gigantolochloa apus (bambu apus), Dendrocalamus asper, Bambusa bambos.

Tumbuh-tumbuhan bawah (undergrowth) alami pada perkebunan

    Banyak usaha telah dilakukan pada beberapa perkebunana, terutama perkebunan karet, dalam memanfaatkan tumbuh-tumbuhan bawah alami untuk melindungi tanah.

Tumbuhan yang tidak disukai

    Banyak tumbuhan  yang termasuk dalam tumbuhan pengganggu atau tidak disukai yang dapat berfungsi sebagai penutup tanah atau pelindung tanah terhadap ancaman erosi. Tumbuh-tumbuhan itu tidak disukai karena sifat-sifatnya yang merugikan tanaman pokok dan sulit diberantas atau dibersihkan  dari lahan usaha pertanian: Imperata cylindrica, Panicum repens (lampuyangan), Leersia hexandra (kalamento), Saccharum spontaneum (gelagah), Anastrophus compressus dan Paspalum compressum (tumput pahit).

Inovasi Ekologi dalam Pengelolaan Tanah

     Oleh: Subekti Rahayu Gulma adalah momok bagi para petani, karena bisa menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang mereka budidayakan. Hal ini juga dialami para petani kopi di Kecamatan Sumberjaya, Lampung Barat. Gulma seringkali menyaingi tanaman kopi di daerah yang sekitar 70%-nya dipenuhi kebun kopi ini. Bagaimana petani setempat mengatasinya

    Di wilayah ini, gulma umumnya menjadi masalah di kebun kopi naungan sederhana (kopi yang ditanam dengan tanaman penaung jenis polong-polongan) dan kebun kopi muda. Pada kedua jenis kebun kopi ini,kerapatan tajuknya relatif terbuka, apalagi jika pohon penaungnya menggugurkan daun di musim kemarau. Celah antar tajuk memungkinkan sinar matahari menembus permukaan tanah dan memicu pertumbuhanberbagai jenis gulma. Sementara pada kebun kopi jenis multistrata (kopi yang ditanam bersama pohon buahbuahan dan kayu-kayuan), gulma tidak begitu menjadi masalah bagi petani karena tingginya kerapatan tajuk pepohonan dapat menekan pertumbuhan gulma.
    Para petani biasanya membersihkan seluruh atau sebagian gulma dengan menggunakan koret (sejeniscangkul kecil). Pembersihan dengan cara ini dapat memicu terbukanya permukaan tanah yang mengawaliterjadinya erosi, terutama pada musim hujan. Biasanya petani menyisakan gulma di sebagian area kebun untuk menghalangi terjadinya erosi. Aktivitas pembersihan gulma ini menuntut alokasi waktu, tenaga, bahkan biaya untuk upah jika menggunakan jasa orang lain.
    Selain disebabkan oleh metode pembersihan gulma, erosi juga dipengaruhi oleh ketebalan serasah pada kebun kopi. Serasah yang relatif tebal pada kebun kopi multistrata mengurangi terjadinya erosi tanah sehingga kesuburan tanah tetap terpelihara. Sedangkan, serasah yang relatif sedikit pada kebun kopi naungan sederhana dan kebun kopi muda memungkinan terjadinya lebih banyak erosi, sehingga penurunan kesuburan tanah menjadi lebih cepat. Hal ini terutama terjadi pada kebun yang berada pada tempat-tempat berlereng curam. Sebagai upaya konservasi tanah, para petani kopi umumnya membuat teras dan rorak di antara kebun kopi sehingga tanah yang hanyut, masuk ke dalam rorak tersebut dan tidak terbuang.
Memperkenalkan Arachis pintoi
Gulma dan menurunnya kesuburan tanah menjadi permasalahan utama bagi petani kopi di Sumberjaya, terutama pada kebun-kebun kopi naungan sederhana dan kebun kopi muda. Petani harus mengeluarkan biaya untuk pembersihan gulma dan menyediakan pupuk agar tanahnya kembali subur. Untuk mengatasi dua masalah ini, para petani kopi di Sumberjaya bersama World Agroforestry Centre (ICRAF) berupaya mencari metode yang lebih menguntungkan secara ekonomi dan ekologis.

    Memanfaatkan Arachis pintoi lebih dikenal sebagai “pintoi” di kalangan petani—kemudian menjadi pilihan bersama. Tanaman sejenis kacang-kacangan ini diperkenalkan oleh ICRAF yang bekerja sama dengan Balai Penelitian Tanah (BPT) Bogor, sebagai sarana konservasi tanah sekaligus untuk menekan pertumbuhan gulma. Kedua lembaga ini mengajak petani berdiskusi mengenai penurunan kesuburan tanah dan pertumbuhan gulma yang terjadi di kebun kopinya.
    Selanjutnya para petani diajak berkunjung ke daerah lain yang telah mempraktikkan penanaman A. pintoi, yaitu kebun percobaan Lembaga Penelitian Kopi serta kebun lada yang ada di Lampung Barat. Setelah kunjungan tersebut, 50 orang petani tertarik untuk menanam A. pintoi di kebun kopinya. Antusiasme  petani ini pun disambut ICRAF dan BPT Bogor dengan memberikan bantuan, berupa bibit A. pintoi dan biaya perawatan.
Waktunya Pembuktian
Ada ungkapan yang menyebutkan, “petani tidak perlu janji, tetapi perlu bukti”. Setelah menanam A. pintoi di kebun kopinya, petani dapat melihat sendiri bahwa gulma tidak tumbuh lagi, terutama alang-alang yang sangat sulit dibersihkan.
A. pintoi menghambat pertumbuhan alang-alang karena penutupan permukaan tanah oleh tanaman ini menghalangi sinar matahari yang diperlukan rimpang alang-alang untuk tumbuh dan berkembang. Tanaman yang bisa tumbuh di tempat teduh dan tahan terinjakinjak ini juga seringkali menang ketika bersaing dengan gulma untuk memperoleh air dan hara. Dengan A. pintoi, selain mengurangi risiko penggunaan herbisida, petani tak perlu lagi meluangkan waktu atau mengeluarkan biaya untuk membersihkan gulma.
    A. pintoi yang tumbuh di kebun kopi mampu menutupi permukaan tanah sehingga tanah terjaga kelembabannya, tidak terkikis dan terbawa aliran air ketika hujan. Tanaman ini juga menambah unsur hara tanah melalui kemampuannya mengikat nitrogen dari udara. A. pintoi menyediakan tempat bagi mikroorganisme pengikat fosfor, yang juga membantu proses pelapukan daun dan batangnya. Oleh karenanya, serasah A. pintoi merupakan sumber makanan dan tempat hidup hewan tanah yang berguna dalam pelapukan bahan-bahan organik. Petani juga dapat memanfaatkan A. pintoi untuk makanan ternak, seperti kambing, domba, sapi, dan kerbau. Tanaman yang tidak dapat tumbuh tinggi (maksimal 30 cm) dan dapat diperbanyak dengan stek batang ini bisa menghasilkan hijauan ternak yang cukup bernutrisi.
Pendapat Petani versus Hasil Penelitian

    Setelah penanaman A. pintoi di kebun kopi petani berjalan selama tiga tahun, ternyata muncul dua pendapat berbeda di kalangan petani. Dari 50 petani yang berpartisipasi, delapan petani tidak menerapkan lebih lanjut penanaman A. pintoi dengan alasan, mengubah kebun kopi menjadi kebun sayur (1 petani), menjual kebunnya (3 petani), dan merasa bahwa A. pintoi menyulitkan ketika musim panen, karena buah kopi yang jatuh di antara tanaman ini sulit ditemukan, di samping mereka juga menginginkan kebun kopi yang benar-benar bersih dari tanaman lain (4 petani). Sisanya, sebanyak 42 petani mengadopsi metode ini lebih lanjut, antara lain dengan cara mengaplikasikan A. pintoi di kebun lain miliknya, menyebarkan informasi dan manfaatnya ke petani lain, bahkan memberikan bibit ke petani lain untuk ditanam.
Pak Baridi, salah satu petani dari Desa Simpang Sari mengatakan, “Saya mendapatkan banyak pengetahuan dari para peneliti yang datang ke sini, seperti pemanfaatan A. pintoi sebagai tanaman penutup tanah. Awalnya masyarakat di Sumberjaya belum mengetahui manfaat tanaman ini. Namun atas masukan para peneliti, beberapa dari kami mencoba mempraktikkannya di sebuah lahan kecil. Hasilnya terbukti bagus dan mudah dipraktikkan. Kemudian kami mencoba menerapkannya di kebun.
    Sayangnya, tidak semua petani di sini percaya dan yakin akan manfaat tanaman tersebut karena mereka belum mempraktikannya sendiri. Sebagian petani tertarik setelah melihat keberhasilan kami, kemudian ikut menerapkannya di lahan mereka.” Ternyata manfaat yang dikemukakan petani sejalan dengan hasil analisis yang dilakukan oleh para peneliti. Hasil analisis membuktikan bahwa di kebun kopi petani yang tidak ditanami A. pintoi terjadi kehilangan tanah akibat erosi sebanyak 10 kali lipat dibandingkan kebun yang ditanami. Hal ini dikarenakan akar A. pintoi dapat mencegah hanyutnya tanah oleh air dan angin. Daun-daunnya juga mengurangi kikisan tetesan air hujan. Bisa dibayangkan, betapa besar unsur hara yang hilang pada kebun yang tidak ditanami A. pintoi. Seiring hilangnya unsur hara, kesuburan tanah akan menurun dan akibatnya hasil panen pun berkurang.
Hasil Pembelajaran
    Adanya perbedaan persepsi di antara petani setelah melakukan percobaan penanaman A. pintoi memberikan gambaran bahwa ada hal-hal yang perlu dipelajari dari proses adopsi suatu inovasi. Dengan mengajak petani melakukan penelitian di kebunnya, terlihat bahwa suatu inovasi akan lebih mudah diterima bila petani mendapat bukti nyata dari hasil percobaannya sendiri. Selain itu, petani yang mengadopsi perlu lebih diyakinkan dengan menyertakan bukti-bukti ilmiah berdasarkan hasil penelitian mengenai manfaat inovasi yang coba dikembangkan. Upaya ini perlu dilakukan agar mereka mengembangkan dan menyebarkan apa yang mereka peroleh ke petani lainnya.
    Di samping itu, perlu juga dilakukan pendekatan kepada petani yang belum mengadopsi, untuk mengetahui alasan-alasan mengapa mereka tidak mengadopsi. Subekti Rahayu, World Agroforestry Centre (ICRAF), Jl. Cifor, Situ Gede, Sindang Barang, Bogor, Jawa Barat Telp: 0251- 625415, Fax: 0251- 625416, E-mail: s.rahayu@cgiar.org Referensi Mulyoutami, E, Stefanus, E, Schalenbourg, W, Rahayu, S and Joshi, L. 2004. Pengetahuan Lokal Petani dan Inovasi Ekologi dalam Konservasi dan Pengelolaan Tanah pada Pertanian Berbasis Kopi di Sumberjaya, Lampung Barat, Agrivita 26:98-107, 18 MARET 2007

Jenis Tanaman Menurut Fungsinya

A. TANAMAN PENYERAP PARTIKEL LIMBAH:
  1. Agathis alba (damar)
  2. Swietenia macrophylla (mahoni daun lebar)
  3. Podocarpus imbricatus (jamuju)
  4. Myristica fragrans (pala)
  5. Pithecelebium dulce (asam landi)
  6. Cassia siamea (johar)
  7. Polyalthea longifolia (glodogan)
  8. Baringtonia asiatica (keben)
  9. Mimosrops elengi (tanjung)
B. TANAMAN PENYERAP CO2 DAN PENGHASIL O2 :
  1. Agathis alba (damar)
  2. Bauhinea purpurea (kupu-kupu)
  3. Leucena leucocephala (lamtoro gung)
  4. Acacia auriculiformis (akasia)
  5. Ficus benyamina (beringin)
C. TANAMAN PENYERAP/PENEPIS BAU  :
  1. Michelia champaka (cempaka)
  2. Pandanus sp (pandan)
  3. Murraya paniculata (kemuning)
  4. Mimosops elengi (tanjung)
D. TANAMAN UNTUK MENGATASI PENGGENANGAN  :
  1. Artocarpus integra (nangka)
  2. Paraserianthes falcaratia (albizia)
  3. Acacia vilosa
  4. Indigofera galegoides
  5. Dalbergia spp
  6. Swietenia mahagoni (mahoni)
  7. Tectona grandis (jati)
  8. Samanea sama (kihujan)
  9. Leucena glauca (lambro)
E. TANAMAN UNTUK PELESTARIAN AIR TANAH :
  1. Casuarina equisetifolia (cemara laut)
  2. Ficus elastica (fikus)
  3. Hevea brasiliensis (karet)
  4. Garcinia mangostana (manggis)
  5. Lagerstroemia speciosa (bungur)
  6. Fragraea fragrans
  7. Cocos nucifera (kelapa)
F. TANAMAN PENGAMAN PANTAI DAN ABRASI :
  1. Mangrove
  2. Avicinnea
  3. Bruguiera
  4. Nipah

EFEKTIFITAS VEGETATIF DALAM KONSERVASI TANAH DAN AIR PADA SUATU DAS

Abstract
Soil and water conservation by vegetation represent crop management technology in the form of bush or tree, good in the form of annual crop and also the crop one year and grass. This technological often allied with soil and water conservation action in management. Use vegetation target that is besides can of soil and water conservation, also earn reclamation of land from damage of effect erosion, beside own economic value especially from system agroforestry. Vegetation can enlarge to infiltration and evapotranspiration so that the rain which fall only a few becoming surface stream resulting erosion and floods but will become ground water so that the availability irrigate during the year at one particular watershed more well guaranted. Vegetation in the form of forest crop very effective in improving existence of river stream continually with debit 2,5 bigger times compared to by watershed in agriculture region. Beside that, forest also can minimize erosion till only 0,4 tons/ha/yr. Keywords : Vegetation, Conservation, and Watershed.
A. Pendahuluan
Dalam rangka pembangunan pertanian berkelanjutan, maka pengelolaan lahan harus menerapkan suatu teknologi yang berwawasan konservasi. Suatu teknologi pengelolaan lahan yang dapat mewujudkan pembangunan pertanian berkelanjutan bilama memiliki ciri seperti : dapat meningkatkan pendapatan petani, komoditi yang diusahakan sesuai dengan kondisi bio fisik lahan dan dapat diterima oleh pasar, tidak mengakibatkan degradasi lahan karena laju erosi kecil, dan teknologi tersebut dapat diterapkan oleh masyarakat (Sinukaban, 1994).Ada beberapa teknologi untuk merehabilitasi lahan dalam kaitannya dengan pembangunan yang berkelanjutan (Sinukaban, 2003) yaitu :
a. Agronomi yang meliputi teknis agronomis seperti TOT, minimum tillage, countur farming, mulsa, pergiliran tanaman (crop rotation), pengelolaan residu tanaman, dll.
b. Vegetatif berupa agroforestry, alley cropping, penanaman rumput.
c. Struktur/konstruksi yaitu bangunan konservasi seperti teras, tanggul, cek dam, Saluran, dll.
d. Manajemen berupa perubahan penggunaan lahan. Tanah dengan penutup tanah yang baik berupa vegetasi, mulsa residu tanaman akan memperkecil erosi dan run off. Harsono (1995), lahan tertutup dengan hutan, padang rumput dapat mengurangi erosi hingga kurang dari 1% dibandingkan dengan tanah terbuka.
Permukaan tanah dengan penutupan yang baik dapat berdampak terhadap :
  • Menyediakan cadangan air tanah
  • Memperbaiki/menstabilkan struktur tanah,
  • Meningkatkan kandungan hara tanah, sehingga lebih produktif
  • Mempertahankan kondisi tanah dan air.
  • Memperbaiki ekonomi petani.
Teknologi vegetatif (penghutanan) sering dipilih karena selain dapat menurunkan erosi dan sedimentasi di sungai-sungai juga memiliki nilai ekonomi (tanaman produktif) serta dapat memulihkan tata air suatu DAS (Hamilton, et.al., 1997).
B. Apakah Vegetatif Dapat Mengkonservasi Tanah dan Air?
Teknik konservasi tanah dan air dapat dilakukan secara vegetatif dalam bentuk pengelolaan tanaman berupa pohon atau semak, baik tanaman tahunan maupun tanaman setahun dan rumput-rumputan. Teknologi ini sering dipadukan dengan tindakan konservasi tanah dan air secara pengelolaan.(Sinukaban, 2003). Pengelolaan tanah secara vegetatif dapat menjamin keberlangsungan keberadaan tanah dan air karena memiliki sifat :
  1. memelihara kestabilan struktur tanah melalui sistem perakaran dengan memperbesar granulasi tanah,
  2. penutupan lahan oleh seresah dan tajuk mengurangi evaporasi,
  3. disamping itu dapat meningkatkan aktifitas mikroorganisme yang mengakibatkan peningkatan porositas tanah, sehingga memperbesar jumlah infiltrasi dan mencegah terjadinya erosi.
Fungsi lain daripada vegetasi berupa tanaman kehutanan yang tak kalah pentingnya yaitu memiliki nilai ekonomi sehingga dapat menambah penghasilan petani (Hamilton, et.al., 1997). Baker (1956) dalam Foth (1995), membedakan efek penutup tanah menjadi lima kategori :
  1. Intersepsi terhadap curah hujan
  2. Mengurangi kecepatan run off
  3. Perakaran tanaman akan memperbesar granulasi dan porositas tanah.
  4. Mempengaruhi aktifitas mikro organisme yang berakibat pada meninhkatkan porositas tanah.
  5. Transpirasi tanaman akan berpengaruh pada lengas tanah pada hari berikutnya.
Penelitian oleh Kelman (1969) dalam Hamilton, et.al., (1997) di Mount APO Mindanau pada kemiringan 20% mengenai erosi pada berbagai penutup tanah seperti pada Tabel 1.

Dari tabel di atas terlihat bahwa erosi meningkat secara eksponensial dengan berkurangnya penutupan tanah. Pengelolaan tanaman penutup tanah secara intercropping dengan tanaman pohon dapat mengurangi erosi. Chang dan Cheng (1974) dalam Hamilton, et.al., (1997) meneliti tentang intercropping tanaman penutup tanah dengan citrus. Tanaman penutup tanah meliputi : Centrosema, Indegofera, Bahia grass, Guinea grass, Summer soy bean, Rice straw mulch. Hasilnya menunjukkan bahwa Bahia grass, Guinea grass dan Rice Straw mulch sangat efektif sekali untuk mencegah erosi dan run off. Pengaruh berbagai penutup tanah, praktek-praktek pengelolaan penutup tanah dan praktek konservasi terhadap erosi pada perkebunan pisang dengan kemiringan yang cukup di Taiwan dipelajari oleh Wang dkk (1970) dan Cang (1970). Wang mendapatkan bahwa barier rumput atau jalur-jalur mulsa mengurangi run-off. Tanpa adanya mulsa penutup tanah dengan indegofera atau bahia grass adalah sangat efektif dalam mengurangi run-off dan erosi. Florideo (1981) dalam Hamilton, et.al., (1997)mengamati bahwa pemangkasan selektif terhadap kelebatan pohon sebesar 40 % tidak menimbulkan erosi yang berarti. Akan tetapi penebangan hutan dimana pohon-pohonnya ditarik keluar akan menimbulkan erosi tanah C. Bagaimana Vegetatif Dapat Berfungsi Sebagai Konservasi Tanah dan Air? Vegetatif dapat berfungsi dalam konservasi tanah dan air karena ia memiliki beberapa manfaat yang mendukung terciptanya pertanian berkelanjutan. Menurut Hamilton (1997), bahwa vegetatif memeliki beberapa manfaat yang merupakan ciri pertanian berkelanjutan seperti konservasi, reklamasi dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
1. Aspek Konservasi
Aspek konservasi berupa konservasi tanah dan air melalui peningkatan infiltarasi, sehingga cadangan air tanah tersedia dan dapat mencegah terjadinya erosi baik oleh air karena aliran permukaan, maupun akibat angin dan salinasi. Menurut Mawardi (1991) bahwa secara umum infiltarasi dipengaruhi oleh:
  1. intensitas hujan atau irigasi,
  2. kandungan lengas tanah, dan
  3. faktor tanah.
Faktor tanah merupakan sifat internal tanah dan sifat lain yang dipengaruhi oleh cara pengelolaan tanah. Pengelolaan tanah dapat mempengaruhi struktur tanah, keadaan dan bentuk permukaan tanah serta keadaan tanaman. Penutupan tanah dengan vegetasi dapat meningkatkan infiltrasi karena perakaran tanaman akan memperbesar granulasi dan porositas tanah, disamping itu juga mempengaruhi aktifitas mikroorganisme yang berakibat pada meningkatkan porositas tanah (Harsono, 1995). Selanjutnya air masuk melalui infiltrasi tetap tersimpan karena tertahan oleh tanaman penutup di bawahnya  atau sisa-sisa tanaman berupa daun yang sifatnya memiliki penutupan yang rapat sehingga menekan evaporasi. Demikian halnya dengan aspek konservasi tanah, vegetasi memiliki peranan penting karena dapat mengurangi peranan hujan dalam proses terjadinya erosi. Menurut Harsono (1995), bahwa proses terjadinya erosi oleh hujan sebagai berikut :
  1. Pelepasan butiran tanah oleh hujan.
  2. Transportasi oleh hujan
  3. Pelepasan (penggerusan/scouring) oleh run off.
  4. Transportasi oleh run off.
Menurut Sukirno (1995), bahwa usaha konservasi tanah pada hakekatnya adalah pengendalian energi dari akibat tetesan hujan maupun limpasan permukaan dalam proses terjadinya erosi. Prinsip pengendalian energi ini dengan usaha :
  1. Melindungi tanah dari prediksi pukulan air hujan (erosi percik), dengan tanaman penutup tanah.
  2. Mengurangi kecepatan energi kinetik tetesan air hujan, dengan tanaman pelindung, atau pelindung lainnya.
  3. Mengurangi energi kinetik limpasan permukaan.
2. Aspek Reklamasi.
Aspek reklamasi berupa perbaikan unsur hara dari proses dekomposisi dedaunan/serasah, sehingga dapat meningkatkan unsur N, K. Kerusakan lahan banyak diakibatkan oleh erosi berupa hilangnya tanah dengan kandungan bahan organik dan Nitrogen yang sangat merugikan teristimewa terhadap tanaman bijibijian bukan leguminosa. Penurunan Nitrogen tanah dapat diperbaiki dengan menggunaan pupuk Nitrogen, tetapi membutuhkan biaya yang besar. Namun  dengan adanya sisa-sisa tanaman yang telah mengalami perombakan secara ekstensif dan tanah sampai perubahan lebih lanjut yang dikenal dengan humus dapat memperbaiki kandungan Nitrogen, Kalium, Karbon, Pospor, Sulfur, Calsium, dan Magnesium. Secara skematis, mekanisme pembentukan humus dalam perombakan sisa-sisa tanaman dalam tanah (Foth, 1995) seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Mekanisme pembentukan humus.
Gambar 1. Mekanisme pembentukan humus.
Humus mengabsorbsi sejumlah besar air dan menunjukkan ciricirinya untuk mengembang dan menyusut. Humus merupakan faktor penting dalam pembentukan struktur tanah. Humus mempunyai ciri-ciri fisik lain dan sifat fisikokimia yang menjadikan humus merupakan unsur pokok tanah yang bernilai tinggi.
3. Aspek Ekonomi.
Dimana tanaman vegetasi penutup berupa tanaman agroforestri yang dikembangkan memiliki kontribusi produksi yang nyata sehingga dapat meningkatkan taraf kehidupan petani. Agroforestri memiliki fungsi ekonomi bagi suatu masyarakat. Peran utama bagi petani bukan hanya produksi bahan pangan melainkan juga sebagai sumber penghasil pemasukan uang dan modal. Pendapatan petani dari system agroforestri umumnya dapat menutupi kebutuhan sehari-hari dari hasil panen secara teratur seperti lateks, damar, kopi, kayu manis dan lain-lain. Selain itu juga dapat membantu menutupi pengeluaran tahunan dari hasil panen secara musiman seperti buah-buahan, cengkeh, pala dan lain-lain. Komoditas lainnya berupa kayu juga dapat menjadi sumber uang cukup besar meskipun tidak tetap, dan dapat dianggap sebagai cadangan tabungan untuk kebutuhan mendadak.
Meskipun tidak memungkinkan akumulasi modal secara cepat dalam bentuk syste-aset yang dapat segera diuangkan, namun diverifikasi tanaman merupakan jaminan petani terhadap ancaman kegagalan panen salah satu jenis tanaman atau resiko perkembangan pasar yang sulit diperkirakan. Jika terjadi kemerosotan harga suatu komoditas, spesies ini dapat dengan mudah ditelantarkan, hingga suatu saat pemanfaatannya kembali menguntungkan. Proses tersebut tidak menyebabkan gangguan ekologi terhadap system ini, dan bahkan komoditas tersebut akan tetap hidup dalam struktur kebun dan siap untuk dipanen sewaktu-waktu. Sementara komoditas lainnya tetap akan ada yang dapat dipanen, bahkan komoditas baru dapat diintroduksi tanpa merombak system produksi yang ada.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1986. Petunjuk Pelaksanaan Penyusunan Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi tanah. Departemen Kehutanan. Jakarta.
Foth, H.D., 1995. Dasar-dasar Ilmu Tanah. (Fundamentals of Soil Science). Gadjah Mada Univesity Press. Yogyakarta.
Hamilton, L.S. dan P.N.King, 1997. Daerah Aliran Sungai Hutan Tropika (Tropical Forested Watersheds). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Harsono, 1995. Hand Out Erosi dan Sedimentasi. Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Mawardi, M., 1991. Hand Out Hidrologi Pertanian. Program Studi Mekanisasi Pertanian Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Sinukaban, N. 1994. Membangun Pertanian Menjadi Lestari dengan Konservasi. Faperta IPB. Bogor.
Sinukaban, N., 2003. Bahan Kuliah Teknologi Pengelolaan DAS. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sukirno, 1995. Hand Out Teknik Konservasi Tanah. Program Studi Teknik Pertanian Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Selasa, 08 Maret 2011

BUDIDAYA KAKAO


PENDAHULUAN
Tanaman Kakao merupakan tanaman perkebunaan berprospek menjanjikan. Tetapi jika faktor tanah yang semakin keras dan miskin unsur hara terutama unsur hara mikro dan hormon alami, faktor iklim dan cuaca, faktor hama dan penyakit tanaman, serta faktor pemeliharaan lainnya tidak diperhatikan maka tingkat produksi dan kualitas akan rendah.

PT. Natural Nusantara berusaha membantu petani kakao agar mampu meningkatkan produktivitasnya agar dapat bersaing di era globalisasi dengan program peningkatan produksi secara kuantitas dan kualitas, berdasarkan konsep kelestarian lingkungan (Aspek K-3).
1. Persiapan Lahan
- Bersihkan alang-alang dan gulma lainnya
- Gunakan tanaman penutup tanah (cover crop) terutama jenis polong-polongan seperti Peuraria javanica, Centrosema pubescens, Calopogonium mucunoides & C. caeraleum untuk mencegah pertumbuhan gulma terutama jenis rumputan
- Gunakan juga tanaman pelindung seperti Lamtoro, Gleresidae dan Albazia, tanaman ini ditanam setahun sebelum penanaman kakao dan pada tahun ketiga jumlah dikurangi hingga tinggal 1 pohon pelindung untuk 3 pohon kakao (1 : 3)

2. Pembibitan
- Biji kakao untuk benih diambil dari buah bagian tengah yang masak dan sehat dari tanaman yang telah cukup umur
- Sebelum dikecambahkan benih harus dibersihkan lebih dulu daging buahnya dengan abu gosok
- Karena biji kakao tidak punya masa istirahat (dormancy), maka harus segera dikecambahkan
- Pengecambahan dengan karung goni dalam ruangan, dilakukan penyiraman 3 kali sehari
- Siapkan polibag ukuran 30 x 20 cm (tebal 0,8 cm) dan tempat pembibitan
- Campurkan tanah dengan pupuk kandang (1 : 1), masukkan dalam polibag
- Sebelum kecambah dimasukkan tambahkan 1 gram pupuk TSP / SP-36 ke dalam tiap-tiap polibag
- Benih dapat digunakan untuk bibit jika 2-3 hari berkecambah lebih 50%
- Jarak antar polibag 20 x 20 cm lebar barisan 100 cm
- Tinggi naungan buatan disesuaikan dengan kebutuhan sehingga sinar masuk tidak terlalu banyak
- Penyiraman bibit dilakukan 1-2 kali sehari
- Penyiangan gulma melihat keadaan areal pembibitan
- Pemupukan dengan N P K ( 2 : 1 : 2 ) dosis sesuai dengan umur bibit, umur 1 bulan : 1 gr/bibit, 2 bulan ; 2 gr/bibit, 3 bulan : 3 gr/bibit, 4 bulan : 4 gr/bibit. Pemupukan dengan cara ditugal
- Siramkan POC NASA dengan dosis 0,5 - 1 tutup/pohon diencerkan dengan air secukupnya atau semprotkan dengan dosis 4 tutup/tangki setiap 2-4 minggu sekali
- Penjarangan atap naungan mulai umur 3 bulan dihilangkan 50% sampai umur 4 bulan
- Amati hama & penyakit pada pembibitan, antara lain ; rayap, kepik daun, ulat jengkal, ulat punggung putih, dan ulat api. Jika terserang hama tersebut semprot dengan PESTONA dosis 6-8 tutup/tangki atau Natural BVR dosis 30 gr/tangki. Jika ada serangan penyakit jamur Phytopthora dan Cortisium sebarkan Natural GLIO yang sudah dicampur pupuk kandang selama + 1 minggu pada masing-masing pohon

3. Penanaman
a. Pengajiran
- Ajir dibuat dari bambu tinggi 80 - 100 cm
- Pasang ajir induk sebagai patokan dalam pengajiran selanjutnya
- Untuk meluruskan ajir gunakan tali sehingga diperoleh jarak tanam yang sama

b. Lubang Tanam
- Ukuran lubang tanam 60 x 60 x 60 cm pada akhir musim hujan
- Berikan pupuk kandang yang dicampur dengan tanah (1:1) ditambah pupuk TSP 1-5 gram per lubang

c. Tanam Bibit
- Pada saat bibit kakao ditanam pohon naungan harus sudah tumbuh baik dan naungan sementara sudah berumur 1 tahun
- Penanaman kakao dengan system tumpang sari tidak perlu naungan, misalnya tumpang sari dengan pohon kelapa
- Bibit dipindahkan ke lapangan sesuai dengan jenisnya, untuk kakao Mulia ditanam setelah bibit umur 6 bulan, Kakao Lindak umur 4-5 bulan
- Penanaman saat hujan sudah cukup dan persiapan naungan harus sempurna. Saat pemindahan sebaiknya bibit kakao tidak tengah membentuk daun muda (flush)

4. Pemeliharaan Tanaman
a. Penyiraman dilakukan 2 kali sehari (pagi dan sore) sebanyak 2-5 liter/pohon
b.Dibuat lubang pupuk disekitar tanaman dengan cara dikoak. Pupuk dimasukkan dalam lubang pupuk kemudian ditutup kembali. Dosis pupuk lihat dalam tabel di samping ini :

Tabel Pemupukan Tanaman Coklat

UMUR
(bulan)
Dosis pupuk Makro (per ha)

Urea
(kg)

TSP
(kg)

MOP/ KCl (kg)

Kieserite (MgSO4)
(kg)

2

15

15

8

8

6

15

15

8

8

10

25

25

12

12

14

30

30

15

15

18

30

30

45

15

22

30

30

45

15

28

160

250

250

60

32

160

200

250

60

36

140

250

250

80

42

140

200

250

80

Dst

Dilakukan analisa tanah


Dosis POC NASA mulai awal tanam :

0 – 24

2-3 tutup/ diencerkan secukupnya dan siramkan sekitar pangkal batang
setiap 4 - 5 bulan sekali

> 24

3-4 tutup/ diencerkan secukupnya dan siramkan sekitar pangkal batang
setiap 3 – 4 bulan sekali ( sesekali bisa juga disemprotkan ke tanaman )


Dosis POC NASA pada tanaman yang sudah produksi tetapi tidak dari awal memakai POC NASA :

- Tahap 1 : Aplikasikan 3 – 4 kali berturut-turut dengan interval 1-2 bln, Dosis 3-4 tutup/ pohon
- Tahap 2 : Aplikasikan setiap 3-4 bulan sekali, Dosis 3-4 tutup/ pohon

Catatan: Akan lebih baik pemberian diselingi/ditambah SUPER NASA 1-2 kali/tahun dengan dosis 1 botol untuk + 200 tanaman. 1 botol SUPER NASA diencerkan dalam 2 liter (2000 ml) air dijadikan larutan induk. Kemudian setiap 1 liter air diberi 10 ml larutan induk tadi untuk penyiraman setiap pohon.

5. Pengendalian Hama & Penyakit
a. Ulat Kilan ( Hyposidea infixaria; Famili : Geometridae ), menyerang pada umur 2-4 bulan. Serangan berat mengakibatkan daun muda tinggal urat daunnya saja. Pengendalian dengan PESTONA dosis 5 - 10 cc / liter.

b. Ulat Jaran / Kuda ( Dasychira inclusa, Familia : Limanthriidae ), ada bulu-bulu gatal pada bagian dorsalnya menyerupai bentuk bulu (rambut) pada leher kuda, terdapat pada marke 4 dan 5 berwarna putih atau hitam, sedang ulatnya coklat atau coklat kehitam-hitaman. Pengendalian dengan musuh alami predator Apanteles mendosa dan Carcelia spp, semprot PESTONA.

c. Parasa lepida dan Ploneta diducta (Ulat Srengenge), serangan dilakukan silih berganti karena kedua species ini agak berbeda siklus hidup maupun cara meletakkan kokonnya, sehingga masa berkembangnya akan saling bergantian. Serangan tertinggi pada daun muda, kuncup yang merupakan pusat kehidupan dan bunga yang masih muda. Siklus hidup Ploneta diducta 1 bulan, Parasa lepida lebih panjang dari pada Ploneta diducta. Pengendalian dengan PESTONA.

d. Kutu - kutuan ( Pseudococcus lilacinus ), kutu berwarna putih. Simbiosis dengan semut hitam. Gejala serangan : infeksi pada pangkal buah di tempat yang terlindung, selanjutnya perusakan ke bagian buah yang masih kecil, buah terhambat dan akhirnya mengering lalu mati. Pengendalian : tanaman terserang dipangkas lalu dibakar, dengan musuh alami predator; Scymus sp, Semut hitam, parasit Coccophagus pseudococci Natural BVR 30 gr/ 10 liter air atau PESTONA.

e. Helopeltis antonii, menusukkan ovipositor untuk meletakkan telurnya ke dalam buah yang masih muda, jika tidak ada buah muda hama menyerang tunas dan pucuk daun muda. Serangga dewasa berwarna hitam, sedang dadanya merah, bagian menyerupai tanduk tampak lurus. Ciri serangan, kulit buah ada bercak-bercak hitam dan kering, pertumbuhan buah terhambat, buah kaku dan sangat keras serta jelek bentuknya dan buah kecil kering lalu mati. Pengendalian dilakukan dengan PESTONA dosis 5-10 cc / lt (pada buah terserang), hari pertama semprot stadia imago, hari ke-7 dilakukan ulangan pada telurnya dan pada hari ke-17 dilakukan terhadap nimfa yang masih hidup, sehingga pengendalian benar-benar efektif, sanitasi lahan, pembuangan buah terserang.

f. Cacao Mot ( Ngengat Buah ), Acrocercops cranerella (Famili ; Lithocolletidae). Buah muda terserang hebat, warna kuning pucat, biji dalam buah tidak dapat mengembang dan lengket. Pengendalian : sanitasi lingkungan kebun, menyelubungi buah coklat dengan kantong plastik yang bagian bawahnya tetap terbuka (kondomisasi), pelepasan musuh alami semut hitam dan jamur antagonis Beauveria bassiana ( BVR) dengan cara disemprotkan, semprot dengan PESTONA.

g. Penyakit Busuk Buah (Phytopthora palmivora), gejala serangan dari ujung buah atau pangkal buah nampak kecoklatan pada buah yang telah besar dan buah kecil akan langsung mati. Pengendalian : membuang buah terserang dan dibakar, pemangkasan teratur, semprot dengan Natural GLIO.

h. Jamur Upas ( Upasia salmonicolor ), menyerang batang dan cabang. Pengendalian : kerok dan olesi batang atau cabang terserang dengan Natural GLIO+HORMONIK, pemangkasan teratur, serangan berlanjut dipotong lalu dibakar.
Catatan : Jika pengendalian hama penyakit dengan menggunakan pestisida alami belum mengatasi dapat dipergunakan pestisida kimia yang dianjurkan. Agar penyemprotan pestisida kimia lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan Perekat Perata AERO 810, dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki.

6. Pemangkasan
- Pemangkasan ditujukan pada pembentukan cabang yang seimbang dan pertumbuhan vegetatif yang baik. Pohon pelindung juga dilakukan pemangkasan agar percabangan dan daunnya tumbuh tinggi dan baik. Pemangkasan ada beberapa macam yaitu :
- Pangkas Bentuk, dilakukan umur 1 tahun setelah muncul cabang primer (jorquet) atau sampai umur 2 tahun dengan meninggalkan 3 cabang primer yang baik dan letaknya simetris.
- Pangkas Pemeliharaan, bertujuan mengurangi pertumbuhan vegetatif yang berlebihan dengan cara menghilangkan tunas air (wiwilan) pada batang pokok atau cabangnya.
- Pangkas Produksi, bertujuan agar sinar dapat masuk tetapi tidak secara langsung sehingga bunga dapat terbentuk. Pangkas ini tergantung keadaan dan musim, sehingga ada pangkas berat pada musim hujan dan pangkas ringan pada musim kemarau.
Pangkas Restorasi, memotong bagian tanaman yang rusak dan memelihara tunas air atau dapat dilakukan dengan side budding.

7. Panen
Saat petik persiapkan rorak-rorak dan koordinasi pemetikan. Pemetikan dilakukan terhadap buah yang masak tetapi jangan terlalu masak. Potong tangkai buah dengan menyisakan 1/3 bagian tangkai buah. Pemetikan sampai pangkal buah akan merusak bantalan bunga sehingga pembentukan bunga terganggu dan jika hal ini dilakukan terus menerus, maka produksi buah akan menurun. Buah yang dipetik umur 5,5 - 6 bulan dari berbunga, warna kuning atau merah. Buah yang telah dipetik dimasukkan dalam karung dan dikumpulkan dekat rorak. Pemetikan dilakukan pada pagi hari dan pemecahan siang hari. Pemecahan buah dengan memukulkan pada batu hingga pecah. Kemudian biji dikeluarkan dan dimasukkan dalam karung, sedang kulit dimasukkan dalam rorak yang tersedia.

8. Pengolahan Hasil
Fermentasi, tahap awal pengolahan biji kakao. Bertujuan mempermudah menghilangkan pulp, menghilangkan daya tumbuh biji, merubah warna biji dan mendapatkan aroma dan cita rasa yang enak.
Pengeringan, biji kakao yang telah difermentasi dikeringkan agar tidak terserang jamur dengan sinar matahari langsung (7-9 hari) atau dengan kompor pemanas suhu 60-700C (60-100 jam). Kadar air yang baik kurang dari 6 %.
Sortasi, untuk mendapatkan ukuran tertentu dari biji kakao sesuai permintaan. Syarat mutu biji kakao adalah tidak terfermentasi maksimal 3 %, kadar air maksimal 7%, serangan hama penyakit maksimal 3 % dan bebas kotoran.